Tubuhku menggigil hingga buku jemariku mati rasa. Dimulai dari lengan,
merambat naik ke pundak, hingga akhirnya sampai ke kepala usapan dingin
itu makin memuncak. Sapuan napas yang tercekat itu seketika melembut
saat berhasil mendekapku erat.
"Bagaimana bisa kau tidur dengan pikiran-pikiran
"Bagaimana bisa kau tidur dengan pikiran-pikiran
"Kau tidak tahu rasanya. Ini terjadi di luar kendaliku."
Dia terlihat seperti menahan amarah, "Itu karena kau belum merelakan sesuatu yang seharusnya kau relakan."
"Kau sama sekali tak pantas berbicara mengenai mengikhlaskan. Karena kau sama sekali belum pernah melakukannya."
"Tapi aku selalu mengusahakannya
..aku selalu mengusahakannya
"Kau memang bodoh. Kau sendirilah yang membuatku begini, bodoh. Kata-katamu lah yang terus membuatku begini." Aku terisak menahan tangis.
Jemarinya terangkat hendak mengusap, namun urung dilakukan.
Sragen, 23 Agustus 2014