29 Agu 2014

Tentang Merelakan

Tubuhku menggigil hingga buku jemariku mati rasa. Dimulai dari lengan, merambat naik ke pundak, hingga akhirnya sampai ke kepala usapan dingin itu makin memuncak. Sapuan napas yang tercekat itu seketika melembut saat berhasil mendekapku erat.
"Bagaimana bisa kau tidur dengan pikiran-pikiran
yang berisik seperti itu?" Nadanya tajam seperti matanya. Napasnya dingin seperti auranya.
"Kau tidak tahu rasanya. Ini terjadi di luar kendaliku."

Dia terlihat seperti menahan amarah, "Itu karena kau belum merelakan sesuatu yang seharusnya kau relakan."

"Kau sama sekali tak pantas berbicara mengenai mengikhlaskan. Karena kau sama sekali belum pernah melakukannya."

"Tapi aku selalu mengusahakannya
, kau tahu
..aku selalu mengusahakannya
setelah aku memilihmu."
"Kau memang bodoh. Kau sendirilah yang membuatku begini, bodoh. Kata-katamu lah yang terus membuatku begini." Aku terisak menahan tangis.

Jemarinya terangkat hendak mengusap, namun urung dilakukan.
 
Sragen, 23 Agustus 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar